Konsorsium Smart Card Indonesia Dorong Kemandirian Teknologi Indonesia

BANDUNG, TEL-U – Ketua Dewan Pembina Konsorsium Smart Card Indonesia, Ashwin Sasongko Sastrosubroto mengatakan pengembangan kartu pintar (Smart Card) merupakan upaya ril untuk mendorong kemandirian teknologi di Indonesia. Dengan pengembangan kartu pintar yang dimulai di lingkungan perguruan tinggi, penggunaan teknologi impor sedikit demi sedikit dapat ditinggalkan.

Ini disampaikan Ashwin dalam Pameran, Seminar dan Workshop Rekomendasi Standard SmartCard Indonesia, Selasa (25/10). Pamerannya sendiri sudah diselenggarakan sejak sehari sebelumnya di Aula Barat ITB. Menurutnya, kalau semua produk yang dipakai berasal dari luar negeri, maka rakyat Indonesia akan terus bergantung kepada barang impor. “Jangan sampai Indonesia menjadi republik impor,” katanya.

Konsorsium Smart Card Indonesia beranggotakan empat perguruan tinggi dan lima perusahaan. Keempat perguruan tinggi itu adalah Telkom University (Tel-U), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Hasanuddin (Unhas). Sedangkan lima perusahaan yang terlibat yaitu PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti), PT Xirka Silicon Technology, PT Data Aksara Matra (PT DAM), PT Inti Bangun Sejahtera (IBS), dan PT Versatile.

Konsorsium ini didukung oleh Dewan Riset Nasional (DRN) dan mendapatkan pendanaan dari Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Menurut Aswin, kartu pintar dipilih karena alasan sederhana. Selain biayanya yang relatif murah, pengembangan kartu pintar sesuai dengan kemampuan yang sudah dimiliki anak bangsa. “Seperti kita tahu, beberapa perguruan tinggi dan perusahaan sudah menciptakan smart card, bahkan semua anggota konsorsium ini sebelum bergabung sudah mengembangkan smart card di tempatnya masing-masing,” katanya.

Sekretaris Konsorsium Smart Card Indonesia, Helni Mutiarsih Jumhur mengatakan pengembangan kartu pintar ini juga merupakan role model dari kerjasama antara perguruan tinggi, industri dan pemerintah. Hasilnya nanti, kata dia, berupa kartu pintar yang akan diterapkan di seluruh perguruan tinggi anggota konsorsium.

“Selain itu pengembangan ini diharapkan bisa cepat menyatukan antara regulasi dengan perkembangan teknologi. Hasil riset menyebutkan, waktu yang diperlukan untuk mengembangkan teknologi rata-rata hanya tiga detik, sedangkan pembuatan undang-undang bisa memakan waktu bulanan bahkan tahunan,” kata dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Telkom University (FEB Tel-U). (PR/raf)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *