Bandung, Telkom University – Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) kembali menggelar Online Seminar Series #2 Session 2 yang berlangsung pada Kamis, (6/8) secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting. Ini merupakan kegiatan yang rutin dilakukan oleh setiap fakultas di Telkom University untuk terus memberikan insight positif di tengah-tengah pandemi.
Pembicara yang hadir pada sesi kali ini ialah Dosen dan Peneliti yaitu Dr. Helni Mutiarsih Jumhur, S.H., M.H. dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Ir. Aswin Sasongko Sastrosubroto, M.Sc., Ph.D. IPU. dari Fakultas Teknik Elektro, Dr. Nachwan Mufti Adriansyah, S.T., M.T dari Fakultas Teknik Elektro dan Rd. Rohmad Saedudin, Ph.D. dari Fakultas Rekayasa Industri.
Topik yang dibahas pada seminar series #2 session 1 ini, mengupas tentang kesenjangan dalam keterjangkauan layanan telekomunikasi yang menyulitkan masyarakat. Mengusung tema ‘Regulasi New Normal Kesiapan UU No. 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi: Adaptasi Regulasi, Bisnis dan Infrastruktur Telekomunikasi Akibat Pandemi Covid-19’, pandemi Covid-19 ini telah mengguncang banyak aspek kehidupan, seperti kesehatan, sosial maupun ekonomi.
Serangkaian kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah termasuk penerapan sistem WFH (Work From Home) dan SFH (School From Home) yang kemudian memicu percepatan digitalisasi dan membuat penggunaan perangkat elektronik dan layanan telekomunikasi meningkat. Kondisi saat ini bisa jadi menjadi masa keemasan bagi penyelenggara layanan telekomunikasi di Indonesia, namun disisi lain kebijakan WFH dan SFH ini juga menyulitkan sebagian masyarakat, yang merasakan adanya kesenjangan dalam keterjangkauan layanan telekomunikasi.
Ir. Aswin Sasongko Sastrosubroto, M.Sc., Ph.D. IPU menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 ini belum diketahui kapan akan berakhir, namun semua anak dan masyarakat memiliki hak akses akan telekomunikasi. Saat ini telah terjadi transformasi digital, dimana jaringan telekomunikasi berkembang menjadi jaringan internet dan kemudian menjadi konten penyiaran, sehingga perlu adanya kesiapan peraturan perundang-undangan telekomunikasi.
“Transformasi telekomunikasi yang tadinya analog sekarang berkembang menuju 5G, dimana serangkaian aplikasi menggantikan voice dan data di jaringan telekomunikasi,” ucapnya.
Dr. Nachwan Mufti Adriansyah, S.T., M.T juga menambahkan bahwa diperlukan berbagai adaptasi konstruksi hukum positif, bisnis dan manajemen untuk menghadapi dan mengantisipasi berbagai kemungkinan. Transformasi Telekomunikasi dari 1G ke saat ini 4G dan kedepan 5G komunikasi antar sensor sampai 6G komunikasi kuantum.
“Isi yang muncul pada sisi user adalah situasi demand era kini dan mendatang, isu organisasi, bagaimana menurunkan network cost dan bagaimana meningkatkan revenue pelanggan,” ucapnya.
Rd. Rohmad Saedudin, Ph.D mengatakan bahwa spektrum frekuensi radio memiliki sumber daya yang terbatas. Frekuensi 5G masih menjadi wacana, apakah akan berada pada jaringan low, middle dan high.
“Network 5G perlu diperhatikan akan membutuhkan berapa operator: NR NSA dan NR SA. Peran frekuensi sangat penting, namun alokasinya terbatas sehingga perlu suatu regulasi yang bisa ditaati,” ucapnya.
Dr. Helni Mutiarsih Jumhur, S.H., M.H juga mengatakan bahwa perilaku IT seharusnya saat ini menjadi gaya hidup dan perlu peningkatan infrastruktur sehingga regulasi pada akhirnya memunculkan percepatan perilaku IT.
“Tantangan yang dihadapi adanya suatu proses yang bisa dipercaya dengan adanya pandemi covid-19 semua pakai teknologi dalam berkegiatan, bekerja dan berkarya sehingga kualitas infrastruktur harus ditingkatkan,” ucapnya.