Mengulas Kontroversi AI dan Seni Menurut Guru Besar Artificial Intelligence Telkom University 

Mengulas Kontroversi AI dan Seni Menurut Guru Besar Artificial Intelligence Telkom University

Telkom University – Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan menjadi teknologi yang perkembangan semakin pesat dewasa ini. Penalaran logis dan aksi rasional yang dimiliki AI dapat membantu manusia dalam menyelesaikan masalah secara cepat, mudah, dan murah. Kemudahan pemanfaatan AI untuk kehidupan menjadikan AI sebagai teknologi yang semakin digandrungi untuk memperoleh banyak hal secara instan.  

AI: Ancaman dan Peluangnya bagi Kehidupan Manusia 

Menurut Prof. Dr. Suyanto, S.T., M.Sc., Guru Besar Bidang Kecerdasan Buatan dari Telkom University (Tel-U), AI merupakan teknologi yang dapat mengakselerasi berbagai invensi baru berdasarkan analisis data. Hal tersebut kemudian memunculkan bidang ilmu baru yang disebut dengan sains data. AI terus berkembang dalam metode yang diskriminatif hingga generatif, seperti yang berkembang saat ini, menghadirkan tren yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.  

Kemudahan AI bahkan diproyeksikan dapat menyelesaikan permasalahan terkait energi, pangan, kesehatan, dan berbagai aspek lainnya yang mungkin timbul bersamaan dengan meningkatkan populasi manusia. AI memang akan menggantikan sebagian profesi manusia saat ini, tetapi Suyanto memiliki pandangan optimis mengenai hal tersebut.  

Suyanto berpendapat bahwa kemajuan teknologi justru dapat memunculkan berbagai pekerjaan baru dengan jumlah yang lebih banyak di masa mendatang. Sama halnya dengan teknologi mesin uap tiga abad silam yang justru memicu revolusi industri dan memunculkan lebih banyak profesi baru, seperti supir, masinis, pilot, pramugari, dan berbagai profesi lain, yang mungkin belum pernah terbayang sebelumnya. Tidak menutup kemungkinan AI juga akan menghadirkan berbagai profesi baru di kemudian hari. 

Di samping itu, Suyanto menyampaikan bahwa tiap profesi memiliki peluang tidak tergantikan dengan melakukan personalisasi atau generalisasi. Personalisasi dapat membuat manusia memiliki pengetahuan atau keterampilan yang spesifik, misalnya dokter spesialis, psikolog, atau bahkan seniman yang ahli pada spesifikasi tertentu. Sebaliknya, generalisasi akan membuat manusia mampu berpikir secara sistematis dan tidak tergantikan dengan AI karena memiliki beragam pengetahuan dan terlatih memandang masalah secara holistik dengan solusi yang sistematik.  

Pemanfaatan AI dalam Sudut Pandang Seni 

Pada bidang seni, AI memungkinkan seniman untuk menjelajahi ide-ide yang lebih kompleks dan ekspresif dengan metode yang sebelumnya sulit dicapai. Menurut Dr. Ranti Rachmawanti, M.Hum., dosen S1 Seni Rupa, Fakultas Industri Kreatif (FIK) Tel-U, AI telah membawa revolusi dalam bidang seni, dengan membuka pintu untuk eksplorasi kreatif yang baru dan menghadirkan tantangan serta pertanyaan filosofis tentang makna seni. Dalam pandangan Ranti hal itu menunjukkan bahwa AI telah memperluas kemungkinan kolaborasi antara manusia dan teknologi dalam seni.  

AI dimanfaatkan dalam banyak bidang seni, seperti seni generatif, interaktif, virtual atau Augmented Reality, seni digital, hingga pendidikan seni. Pada tiap-tiap bidang seni tersebut, AI membantu beberapa dalam menjalankan beberapa hal seperti, proses eksplorasi ide animasi hingga instalasi seni interaktif (contoh: Generative Adversarial Networks (GAN)), menghasilkan sketsa awal pada suatu karya, menciptakan pengalaman visual yang lebih realistis dan interaktif bagi penikmat seni, hingga membantu proses pendalaman seni secara teoretis. AI memfasilitasi seniman dalam menganalisis tren seni, meramalkan preferensi pasar, dan mendapatkan wawasan yang mendalam tentang audiens para seniman. 

AI dalam Seni Di Luar Batas Kontroversial 

Kehadiran AI dalam bidang seni pada dasarnya tidak selalu menimbulkan ancaman selama digunakan sebagai alat bantu yang mendukung proses seni. AI dapat menjadi salah satu alternatif media untuk berkarya bagi seniman, akademisi maupun profesional di bidang seni. Ranti menegaskan bahwa pengaruh AI terhadap seni sebenarnya adalah suatu gebrakan revolusioner yang mengubah paradigma kreativitas manusia. Pernyataan tersebut juga seiring dengan gambaran dampak positif AI dalam bidang seni menurut Profesor Seni Lukis dari Universitas Indiana, Caleb Weintraub. Menurut Caleb,  AI memberikan peningkatan tingkat pemikiran kreatif, efisiensi, dan tingkat inovasi. AI telah menghadirkan kemungkinan-kemungkinan baru yang mendalam dalam proses penciptaan seni. 

Hal yang mungkin kerap menjadi perdebatan dalam pemanfaatan AI dalam bidang seni biasanya berkaitan dengan hak cipta dan etika. Namun, seni pada dasarnya tetap memberikan landasan yang dinamis untuk eksplorasi tentang menjadi manusia dalam era teknologi yang semakin maju. Dengan besarnya potensi yang dimiliki oleh AI, maka sejatinya banyak limitasi yang perlu disadari oleh manusia yang memanfaatkan peranan AI. Manusia sudah seharusnya memahami penggunaan AI sesuai porsi, policy, dan regulasi yang berlaku. Manusia harus terus mengusahakan terwujudnya policy dan regulasi yang mampu mengendalikan penggunaan AI tanpa menghambat pertumbuhannya.  

Meskipun demikian, AI memiliki kelemahan utama, yakni  ketergantungan yang tinggi pada data latih (karena bersifat data-driven); kadang-kadang menghasilkan luaran (keputusan) yang bias (menguntungkan satu kelompok dan merugikan kelompok yang lain); serta kemampuan menjelaskan (explainability) yang relatif rendah sehingga sulit dipahami oleh manusia. Dalam aspek seni, AI mungkin menimbulkan ketergantungan berlebih terhadap teknologi hingga menghilangkan praktik tradisional seni.   

Dengan pesatnya perkembangan AI, sudah semestinya manusia mempersiapkan diri dengan memperbanyak pengetahuan dan keterampilan terkait AI. AI senantiasa berkembang menjadi teknologi yang tidak mungkin dihindari, dihentikan, atau dihancurkan. Hal itu menjadi tantangan bagi manusia agar dapat memanfaatkan AI untuk menyelesaikan beragam masalah yang dihadapi, asalkan kita paham dan terampil menggunakannya.  

Seiring dengan kebijaksanaan dalam memanfaatkan seni, manusia juga perlu memfokuskan diri pada peningkatan kompetensi unik sebagai anugerah yang dimiliki manusia dan memposisikan AI hanya sebagai penunjang dalam menjalankan pekerjaan. AI dan seni tidak lagi menjadi suatu kontroversi selama dapat memanfaatkan secara proporsional dan etis dengan menghargai kepentingan semua pihak, serta  memperhatikan hak cipta dan aturan plagiarisme, menghargai kreativitas dan nilai seni.

Penulis: Aqila Zahra Qonita | Editor: Daris Maulana | Foto: Public Relations  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *