Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Kampus melalui Permendikbud No. 30 Tahun 2021

Perguruan Tinggi Universitas Swasta Terbaik di Bandung Indonesia, Tel-U telah terakreditasi Unggul, dan program studinya sudah terakreditasi Unggul atau A.

Direktorat Kemahasiswaan Telkom University berkolaborasi dengan Fakultas Ilmu Terapan, Fakultas Teknik Elektro dan Fakultas Komunikasi Bisnis menyelenggarakan Webinar Kebangsaan dengan tema ‘Anti Kekerasan Seksual: Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Kampus melalui Permendikbud No. 30 Tahun 2021. Kegiatan ini diselenggarakan pada Rabu (2/3) secara daring melalui Zoom Meeting.

Wakil Rektor Bidang Admisi, Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Dida Diah Damajanti, S.T., M.Eng.Sc. menjelaskan melalui webinar kali ini, kita dapat melihat regulasi yang pemerintah berikan untuk mengatur pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di kampus.

“Kekerasan seksual tentu saja bukan suatu hal yang bisa ditoleransi, artinya ini suatu hal yang serius dan dapat berdampak secara fisik maupun psikis pada korbannya,” jelasnya.

Webinar kali ini menghadirkan pembicara yaitu Ahmad Jamaludin, S.H., M.H., selaku Advokat JAS Law Office. Ahmad Jamaludin menjelaskan bahwa kekerasan seksual merupakan perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan dan menyerang fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa atau gender yang mengakibatkan penderitaan secara psikis maupun fisik.

“Kekerasan seksual ini dapat mengganggu kesehatan reproduksi seseorang sehingga dapat menghilangkan kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal. Ini menjadi concern untuk kita semua makanya dibuatlah regulasi yang mengatur mengenai kekerasan seksual,” jelasnya.

Ahmad Jamaludin juga menambahkan berdasarkan data dari Komnas Perempuan, telah terjadi sekitar 27 persen aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi dalam rentang waktu 2015-2020. Sementara itu, survei yang dilakukan Direktorat Jenderal Kemendikbudristek pada 2020 menemukan sekitar 77 persen dosen yang disurvei mengakui telah terjadi tindak kekerasan seksual di kampus.

“Dari data tersebut, sebanyak 63 persen dosen yang disurvei memilih tidak melaporkan kasus yang terjadi alias mendiamkan saja,” tambahnya.

Ahmad Jamaludin mengatakan bahwa kebanyakan dari korban kekerasan seksual tidak berani melapor karena memiliki trauma yang berkepanjangan dan merasa tertekan. Korban akan tertutup karena merasa hal tersebut merupakan suatu aib sehingga tidak ada keberanian untuk melaporkan pada pihak yang berwenang.

Untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual, beberapa hal harus dilakukan oleh kampus yaitu memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap korban, memberikan pemulihan psikologis dan laporkan pada pihak yang berwenang.

“Dari kasus yang telah terjadi, kebanyakan perguruan tinggi justru menghambat proses hukum demi menjaga nama baik kampus dan lebih memilih menyelesaikan masalah dengan jalur damai. Justru hal tersebut yang harus dihindari karena akan membuat korban semakin terpojokkan dan memungkinkan akan ada tindak kekerasan seksual yang terjadi selanjutnya.”

Melalui webinar ini diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk sosialisasi untuk pencegahan terjadinya kekerasan seksual di kampus serta penanggulangan kasus kekerasaan seksual secara tepat dan meminimalisasi dampaknya terhadap korban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *