Telkom University sebagai kampus swasta terbaik di Indonesia tercermin dari Sivitas Akademika yang terus berbenah diri, baik mahasiswa, tenaga pengajar, maupun alumninya. Hal tersebut dapat dilihat melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam menghadapi Covid-19 saat ini. Telkom Univeristy menyelenggarakan webinar ‘Regulasi dan Kebijakan untuk Program Internasionalisasi dalam Menghadapi New Normal’.
Webinar ini diselenggarakan pada Rabu (24/06) melalui aplikasi Zoom dan diikuti oleh partisipan dari 172 institusi di seluruh Indonesia. Pada webinar ini menghadirkan Prof. Dr. Adiwijaya selaku Rektor Telkom University dengan beberapa pembicara yaitu Yusron B. Ambary selaku Direktur Diplomasi Publik Direktorat Jendral Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI, Rochadi Iman Santoso selaku Direktur Kerjasama Imigrasi Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI, dan Adhrial Refaddin selaku Sub Koordinator Kelembagaan Perguruan Tinggi KEMENDIKBUD RI.
Prof. Dr. Adiwijaya selaku Rektor Telkom University memberikan sambutannya pada webinar tersebut. Beliau menyampaikan bahwa institusi pendidikan adalah salah satu sektor yang terpengaruh oleh pandemi Covid-19 saat ini.
“Banyak kegiatan yang harus kita jadwalkan ulang, bahkan ditunda, bahkan lebih jauh dibatalkan. Namun pada situasi ini kita dipaksa untuk mencari bagaimana jalan keluar dari program-program ini karena tidak mungkin kita menyerah begitu saja. Semuanya sedang beradaptasi, tapi saya sangat yakin dengan proses adaptasi ini, dengan problem yang ada, selalu muncul opportunity baru. Sejalan dengan program kampus merdeka, ada opportunity yang bisa kita manfaatkan,” ucapnya.
Prof. Dr. Adiwijaya menambahkan, terkait masa pandem
internasionalisasi tetap harus dijalankan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dari seluruh sivitas akademika karena di era globalisasi ini kita tidak bisa membatasi kolaborasi bersama siapapun.
Prof. Dr. Adiwijaya berharap dengan adanya kegiatan ini mampu meningkatkan awareness terhadap regulasi dan kebijakan pemerintah pada masa New Normal terkait program internasional yang telah direncanakan.
Pada webinar ini, materi pertama disampaikan oleh Yusron B. Ambary selaku Direktur Diplomasi Publik Direktorat Jendral Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI. Yusron B. Ambary menjelaskan mengenai Cakupan Aktivitas Internasionalisasi Pendidikan Tinggi. Beliau menyampaikan bahwa ada beberapa cakupan aktivitas yaitu penerimaan mahasiswa internasional, pengembangan dan inovasi kurikulum, pertukaran dosen dan mahasiswa, pengembangan program studi, ketersediaan fasilitas dan teknologi pembelajaran berstandar internasional juga penelitian dan publikasi bersama.
“Tujuan dari internasionalisasi pendidikan tinggi yang pertama yaitu politik, politik di sini untuk meningkatkan pengaruh, show off tingkat kemajuan negara, menanamkan dan mempromosikan ideologi. Kedua, yaitu ekonomi, ekonomi untuk keuntungan finansial dari mahasiswa internasional. Dan yang terakhir yaitu sosial budaya, untuk peningkatan mutu pendidikan, peningkatan mutu SDM, promosi budaya, promosi pariwisata dan peningkatan saling pengertian,” ucapnya.
Yusron B. Ambary menambahkan bahwa internasionalisasi pendidikan tinggi dimaknai sebagai proses pendidikan tinggi yang memiliki tujuan, fungsi atau penyampaian pendidikan integrasi dengan komponen internasional merupakan salah satu bentuk dari diplomasi publik yang dijalankan oleh LPT dengan dukungan pemerintah.
Keberhasilan internasionalisasi pendidikan, khususnya penerimaan mahasiswa internasional di masa pandemi dapat dilihat ketika pemerintah dan kampus dapat memastikan keselamatan, keamanan dan kenyamanan para mahasiswa. Hal tersebut dapat menciptakan citra positif sehingga tujuan-tujuan strategis dibidang politik, ekonomi dan sosial budaya dapat dicapai. i saat ini diyakini seluruh universitas pasti berfokus pada pembelajaran secara online. Kemudian terkait kerjasama program
internasionalisasi tetap harus dijalankan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dari seluruh sivitas akademika karena di era globalisasi ini kita tidak bisa membatasi kolaborasi bersama siapapun.
Prof. Dr. Adiwijaya berharap dengan adanya kegiatan ini mampu meningkatkan awareness terhadap regulasi dan kebijakan pemerintah pada masa New Normal terkait program internasional yang telah direncanakan.
Pada webinar ini, materi pertama disampaikan oleh Yusron B. Ambary selaku Direktur Diplomasi Publik Direktorat Jendral Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI. Yusron B. Ambary menjelaskan mengenai Cakupan Aktivitas Internasionalisasi Pendidikan Tinggi. Beliau menyampaikan bahwa ada beberapa cakupan aktivitas yaitu penerimaan mahasiswa internasional, pengembangan dan inovasi kurikulum, pertukaran dosen dan mahasiswa, pengembangan program studi, ketersediaan fasilitas dan teknologi pembelajaran berstandar internasional juga penelitian dan publikasi bersama.
“Tujuan dari internasionalisasi pendidikan tinggi yang pertama yaitu politik, politik di sini untuk meningkatkan pengaruh, show off tingkat kemajuan negara, menanamkan dan mempromosikan ideologi. Kedua, yaitu ekonomi, ekonomi untuk keuntungan finansial dari mahasiswa internasional. Dan yang terakhir yaitu sosial budaya, untuk peningkatan mutu pendidikan, peningkatan mutu SDM, promosi budaya, promosi pariwisata dan peningkatan saling pengertian,” ucapnya.
Yusron B. Ambary menambahkan bahwa internasionalisasi pendidikan tinggi dimaknai sebagai proses pendidikan tinggi yang memiliki tujuan, fungsi atau penyampaian pendidikan integrasi dengan komponen internasional merupakan salah satu bentuk dari diplomasi publik yang dijalankan oleh LPT dengan dukungan pemerintah.
Keberhasilan internasionalisasi pendidikan, khususnya penerimaan mahasiswa internasional di masa pandemi dapat dilihat ketika pemerintah dan kampus dapat memastikan keselamatan, keamanan dan kenyamanan para mahasiswa. Hal tersebut dapat menciptakan citra positif sehingga tujuan-tujuan strategis dibidang politik, ekonomi dan sosial budaya dapat dicapai.
Sebaliknya, kegagalan dalam mengelola program diplomasi publik akan berdampak buruk bagi citra suatu negara sehingga kontraproduktif dengan pencapaian tujuan-tujuan strategi yang telah ditetapkan.
“Ada beberapa hal yang harus disiapkan yaitu penyediaan teknologi dibanding jumlah pendaftar, perlu peningkatan kapasitas dosen untuk pengajaran daring, perlu penyesuaian biaya kuliah bagi yang self-funded juga perlu pemberian internet allowance bagi penerima beasiswa.”
Yusron B. Ambary juga menyampaikan bahwa apabila pandemi telah berhasil dikendalikan, maka kehidupan kampus akan memasuki tatanan new normal. Mahasiswa internasional dapat mulai memasuki wilayah Indonesia dan mengikuti pembelajaran tatap muka di kampus dengan melakukan protokol kesehatan yang telah ditentukan .
Kemudian Rochadi Iman Santoso selaku Direktur Kerjasama Imigrasi Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI memaparkan materi mengenai regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada masa pandemi hingga new normal.
Terdapat tata cara dan persyaratan keluar dan masuk wilayah Indonesia. Terkait hal tersebut, pejabat migrasi berhak menolak orang asing masuk ke wilayah Indonesia sesuai UU pasal 12 Kemigrasian No. 6 tahun 2011.
“Sudah ada sekitar 246 WNA yang kita tolak kedatangannya selama periode 6 Februari sampai dengan 22 Mei 2020. Penolakan tersebut dilakukan secara langsung ditempat pemeriksaan imigrasi, paling banyak di bandara Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai,” ucapnya.
Ada beberapa alasan penolakan WNA, yaitu tinggal di negara dengan jumlah kasus yang banyak selama 14 hari, memiliki suhu tubuh yang tinggi lebih dari 38 derajat, tidak memiliki surat keterangan bebas Covid-19 dan menolak untuk diperiksa kesehatannya.
Setelah berakhirnya Masa Darurat, akan dilakukan Perubahan/Penggantian Permenkumham No.11 Tahun 2020 dengan Permenkumhan yang baru yaitu membuka kembali layanan pada kantor-kantor imigrasi serta mengembalikan prosedur Keimigrasian sebagaimana ketentuan
yang berlaku dengan menerapkan Protokol Kesehatan dan membuka layanan secara online pada masa New Normal.
Selanjutnya Adhrial Refaddin selaku Sub Koordinator Kelembagaan Perguruan Tinggi KEMENDIKBUD RI menjelaskan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19 pada sektor perguruan tinggi. Universitas di 175 negara terpaksa ditutup dan lebih dari 200 juta mahasiswa terganggu bahkan berhenti untuk kuliah. Hal tersebut menjadi perhatian besar di seluruh dunia.
“Untuk mengurasi risiko tersebut, di Indonesia sendiri menerapkan program SPADA Indonesia atau Sistem Pembelajaran Daring Indonesia. SPADA adalah Massive Open Online Courses Indonesia yang menyediakan konten-konten dari berbagai perguruan tinggi dan dosen yang telah dinyatakan lolos jaminan mutu dari Dirjen Pendidikan Tinggi,” ucapnya.
Hal tersebut juga sejalan dengan program Kampus Merdeka, Merdeka Belajar Bagi Mahasiswa yang sudah dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Melalui Kampus Merdeka, setiap universitas dapat membuka program studi baru dengan sistem akreditasi perguruan tinggi yang terjamin. Perguruan tinggi negeri juga berbadan hukum dan setiap mahasiswa memiliki hak belajar tiga semester di luar program studi.
Mengenai hak mahasiswa untuk belajar tiga semester di luar program studi ini bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja atau lulusan yang kompetitif atau kompeten sesuai dengan kebutuhan publik, sektor dan sektor industri.
Presentase prodi yang mengembangkan kerja sama dengan mitra perusahaan, organisasi nirlaba, institusi multilateral atau QS Top 100 World University by Subject. Presentasi prodi baru yang dibuat juga menggandeng mitra yang ditentukan. Selain itu, prodi memiliki akreditasi dan/sertifikasi internasional yang diakui pemerintah.
Dengan kondisi sekarang, internasionalisasi dapat dilakukan dengan meningkatkan standar mutu pendidikan sehingga kita tetap memiliki daya saing global. Melalui kegiatan ini, diharapkan kita mampu menerapkan 4C, yaitu Communications, Coordinations, Cooperations dan Collaborations demi kemajuan bangsa Indonesia.