Tertarik Jadi Volunteer Pendidikan dan Memberi Dampak Nyata? Simak Kisah Inspiratif Tokoh di Balik Literacy Power Indonesia

Tertarik Jadi Volunteer Pendidikan dan Memberi Dampak Nyata? Simak Kisah Inspiratif Tokoh di Balik Literacy Power Indonesia

Telkom University โ€” Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan akan selalu menjadi prioritas utama dan fondasi penting bagi kemajuan suatu bangsa. Namun, kita juga tidak dapat menutup mata dari fakta tentang masih banyaknya anak-anak di Indonesia yang belum mendapatkan akses pendidikan yang layak. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2022 menyebutkan ironi bahwa lebih dari 4 juta anak di Indonesia yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan. Padahal, pelaksanaan pendidikan di Indonesia telah secara khusus diatur dalam pasal 31 UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak atas hak mendapat pengajaran.

Kenyataan tersebut menggerakan jiwa sosial sebagian orang untuk mengambil peran dalam bidang pendidikan sesuai kapasitasnya. Tidak selalu harus menjadi guru, ternyata kontribusi tersebut dapat disalurkan dengan menjadi volunteer pendidikan yang hadir membantu meningkatkan kualitas pendidikan di berbagai pelosok negeri. 

Adalah Gadis Arimbi Puspita, salah satu sosok cantik yang menemukan panggilan jiwanya menjadi volunteer pendidikan. Perempuan yang akrab disapa Gadis ini merupakan alumni S1 Manajemen Bisnis, Telekomunikasi, dan Informatika (MBTI) dan S2 Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Telkom University (Tel-U). Motivasi besarnya menjadi volunteer pertama kali ia sadari saat memulai perkuliahan 2018 silam.

Kepada tim Public Relations Tel-U, Gadis menceritakan bahwa saat itu kemalangan finansial menimpanya. Hal itu memaksa Gadis untuk mencari pendapatan dari berbagai aktivitas, mulai dari mengajar, part-time, menjadi MC, untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kerja kerasnya tersebut juga ia lakukan agar dapat membayar biaya perkuliahannya. Beruntung, dosen walinya berbaik hati memberikan pinjaman dana dan mendukungnya untuk mencari beasiswa setiap bulan.

โ€œTitik itu ternyata menyadarkan aku kalau ternyata pendidikan itu adalah privilege yang ga dimiliki semua orang. Aku waktu itu rasanya udah kaya orang paling susah sedunia. Akhirnya, untuk menampung semua perasaan tersebut, butuh merasa penuh atas diriku sendiri. Volunteer pendidikan adalah jalan yang ku pilih untuk memenuhi perasaan tersebut,โ€ papar Gadis.

Gadis memulai perjalanannya sebagai volunteer pendidikan dengan mendaftar sebagai volunteer biasa di salah satu non-profit organization di Bandung. Melalui aktivitas barunya, Gadis aktif mengajar di desa-desa setiap akhir pekan. Kegiatannya tersebut ternyata mengantar Gadis bertemu dengan salah satu temannya yang kini menjadi partner dalam mengembangkan wadah volunteer pendidikan miliknya sendiri, yakni Literacy Power Indonesia. Program pengajaran di desa bernama Literasi Desa yang dikembangkan oleh Literacy Power Indonesia jadi salah satu pengalaman paling berkesan bagi Gadis.

โ€œSeluruh perjalanan aku dalam membangun program Literasi Desa adalah yang paling berkesan. Seluruh prosesnya, mulai dari mencari sekolah di pelosok yang tidak mudah, hingga mengimplementasikan programnya di sekolah binaan kami, yakni SDN Cisondari 02 di Desa Mekarsari, Jawa Barat.โ€

Sekolah yang harus ditempuh sekitar 1.5 jam perjalanan dari Kota Bandung tersebut terletak di kaki Gunung Tilu. Dipenuhi kebun teh di sekelilingnya, SDN Cisondari 02 merupakan sekolah gratis dengan sekitar 300 siswa yang didominasi oleh anak dari pekerja kebun teh. Sayangnya, Gadis dan Literacy Power Indonesia justru menemukan bahwa sekolah tersebut kekurangan guru dan tenaga ajar. Hal tersebut seringkali membuat pembelajaran terbagi menjadi kloter pagi dan siang, agar guru dan tenaga ajar dapat bergantian. Bahkan, mereka juga tidak memiliki tenaga ajar untuk pelajaran bahasa asing.

โ€œSelama menjalani program di sekolah ini, alhamdulillah aku dan tim Literacy berhasil bawa International Volunteer dari beberapa negara seperti Australia, Zimbabwe, Turkiye, Rwanda, Africa, dan Rusia untuk ngajarin adik-adik Bahasa Asing. Lokasi sekolahnya yang dekat dengan sungai dan air terjun juga dari kesan tersendiri, karena kami bisa main air dan berenang selepas pelajaran selesai,โ€ ungkap Gadis.  

Meski menjalani panggilan hatinya dengan tulus, perjalanan Gadis sebagai volunteer pendidikan tidak luput dari berbagai tantangan. Mulai dari tantangan dalam manajemen waktu, finansial, hingga tantangan yang muncul dari eksternal.

โ€œKalau dari waktu, karena aku biasanya ngajar di hari Sabtu dan dulu kantorku juga masuk hari sabtu, jadi beberapa kali aku ambil cuti demi ngajar. Kalau sekarang, karena aku sudah pindah ke Jakarta, jadi aku harus bolak-balik Bandung untuk ngajar,โ€ ungkap Gadis.

Tantangan berikutnya datang adalah tantangan finansial. Founder dari non-profit organization ini menyebutkan bahwa terkadang tim-nya membutuhkan dana tambahan untuk memberi beasiswa pendidikan yang termasuk salah satu program Literacy Power.

โ€œKalau financial, karena yang aku bangun adalah Non-profit Organization, jadi kadang kami memang membutuhkan dana tambahan untuk beasiswa ke adik-adik. Saat ini kami punya 5 Adik Asuh (pengamen dan anak SD) yang kami dukung keperluan pendidikannya baik secara in-cash maupun in-kind. Most likely, kebutuhan finansial ini kita boots-strapping dari sesama anggota Literacy Power.โ€

Terakhir, tantangan yang kerap terjadi adalah tantangan eksternal. Dalam hal ini, mereka seringkali kesulitan mendapat dukungan sumber daya volunteer yang berkomitmen. Baik untuk membantu membuat materi ajar, ataupun mengajar ke desa. 

Namun, berbagai tantangan yang dihadapinya tidak membuat Gadis berhenti. Menurutnya, itulah yang justru memberi banyak manfaat untuk dirinya sendiri. Dengan menekuni kegiatan volunteer pendidikan ini, baginya cara pandang kita terhadap pendidikan dan kehidupan secara umum tentu berubah.

โ€œSemenjak aktif volunteer ini, aku ga pernah lagi merasa rendah diri terlalu lama sama keadaan. Knowing for sure everyone has their own struggle, and anyone must have it. Bukan untuk membandingkan, tetapi dengan melihat adik-adik, aku sadar ternyata banyak hal-hal kecil yang luput dari rasa syukur aku. Privilege-ku memang bukan di finansial, tetapi ternyata kesempatan untuk mengenyam pendidikan juga jadi hal besar yang sangat-sangat aku syukuri. Knowing for sure how prestige the education are, aku jadi ingin membagikan kembali ilmu yang aku dapat,โ€ tutur Gadis, tulus. 

Dari banyaknya pengalaman yang telah ditempuh Gadis sebagai seorang volunteer pendidikan, ia berpesan bahwa setidaknya ada empat hal penting yang perlu dipersiapkan. Empat hal tersebut adalah niat dan komitmen, waktu, tenaga, dan finansial. Gadis menyebutkan bahwa niat dan komitmen adalah landasan utama yang penting untuk dimiliki tiap volunteer pendidikan sejak awal.

โ€œNiat dan komitmen ini yang perlu banget dimiliki sejak awal. Mulai dari niat untuk mencari wadah-wadah yang bisa buat kita bertumbuh, sampai niat ketika kita sudah menjadi volunteer. Karena capeknya ada banget, jadi kita butuh tenaga, pikiran, waktu, bahkan kadang finansial yang bisa jadi lebih banyak dari yang kita duga. Jadi yang terpenting, kerja ikhlas,โ€ pesan Gadis.

Dalam penutupnya, Gadis turut menyampaikan harapan agar siapapun dapat membagikan privilege yang dimiliki bagi sesama, khususnya dalam bidang pendidikan. Ia berpesan agar kita dapat memilah dan memilih wadah yang tepat untuk berbagi dan bertumbuh.

โ€œResapi niat baiknya, pegang erat komitmennya. Kerja ikhlas dan tuntas. Industri sosial volunteer ini sangat luaas, once you dive to it, kamu bakal ketemu banyak orang orang hebat dengan misi baiknya mereka masing-masing. Jadi, jangan takut buat mulai volunteer, ya! Jangan malu untuk tanya โ€˜gimana cara daftarnya?โ€™ kalau liat temen kamu ikut volunteer,โ€ pungkasnya.

Menarik sekali bukan pengalaman volunteer pendidikan yang dibagikan Gadis? Mungkin ini juga saatnya bagi TelUtizen untuk mulai mencari panggilan sosial untuk bermanfaat pada sesama. Jika TelUtizen tertarik untuk menjadi volunteer pendidikan, TelUtizen dapat mengikuti Literacy Power dan memulai pengalaman volunteer pendidikanmu bersama Kak Gadis! Cek Instagram @literacypower.id untuk info selengkapnya!

Penulis: Aqila Zahra Qonita | Editor: Adrian Wiranata | Foto: Public Relations

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *