Lebaran di Perantauan: Catatan Hati dan Tips TelUtizen Jalani Lebaran Jauh dari Keluarga

Lebaran di Perantauan Catatan Hati dan Tips TelUtizen Jalani Lebaran Jauh dari Keluarga

Telkom University โ€” Takbir bergema memenuhi seisi sudut kota. Aroma masakan khas lebaran menyeruak, menggugah selera. Sepanjang jalan, wajah-wajah penuh sukacita bertemu, saling menyapa hangat, berjabat tangan, bersilaturahmi. DI hari itu, jutaan orang kembali ke kampung halamannya. Merasakan hangatnya dekap keluarga dengan kebahagiaan sempurna berhari raya. Namun, ternyata tidak semua orang bisa merasakan nikmat yang tidak tersadari itu. 

Di balik riuh kebahagiaan yang mengambang dan memeluk, sebagian justru yang harus menahan rindu, terpisah jarak dan keadaan, dan merayakan lebaran di tanah rantau. Ini adalah kisah empat orang TelUtizen, harus menahan rindu tidak pulang ketika Idul Fitri. Sebagai pengalaman pertama tidak mudik setelah sekian lama merantau, atau bahkan tidak mudik di pengalaman pertama merantaunya. Simak kisah berikut ini agar TelUtizen tidak merasa sendiri ketika harus lebaran di perantauan.

Ia adalah Reza Ilhami, mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Ilmu Sosial (FKS), angkatan 2024, asal Banyuwangi, dan Annisa Ullya Rahma, mahasiswa S2 Desain, Fakultas Industri Kreatif (FIK), angkatan 2024, asal Lampung, yang setelah lebih dari 4 tahun tidak setiap tahunnya mereka berkesempatan untuk mudik. Adapula Farhana Laily Rahmah, ahasiswa D3 Perhotelan, Fakultas Ilmu Terapan (FIT), angkatan 2023, asal Kediri, dan Amreza Rosada, Alumni S1 Digital Public Relations, FKS, angkatan 2020, asal Bukittinggi, yang memulai tahun pertama perantauan dengan lebaran jauh dari keluarga. 

Bagi keempatnya, sedih adalah perasaan yang tidak terhindarkan. Namun, ada banyak alasan yang membuat tidak mudik adalah kenyataan yang harus mereka terima.

โ€œWaktu itu, kondisinya tidak memungkinkan untuk pulang saat lebaran, karena satu dan lain hal. Akhirnya mau ga mau aku harus lebaran di perantauan. Sedih, sih, karena dari kecil kan kita Idul Fitri bareng orang tua, ya, terus tiba-tiba kita dipaksa lebaran sendiri,โ€ jelas Reza.

โ€œPerasaan sendiri, terasing, dan sedih itu tidak terpungkiri. Sedih karena tidak bisa bertemu keluarga, tidak ada makanan hari raya, seperti rendang, ketupat dan kue-kue. Namun, memang kondisinya harus melakukan kewajiban sebagai mahasiswa, jadi aku ga pulang,โ€ ungkap Anis yang saat itu berhalang mudik karena harus menjalankan sidang skripsi.

Lebih dari itu, ternyata lebaran di perantauan juga memberikan perasaan berbeda. 

โ€œLebaran di perantauan ini terasa berbeda sekali. Jika di kampung halaman puasa dan lebaran dilalui bersama orang tua dan keluarga, tetapi di perantauan saya melalui lebaran bersama keluarga paman dan teman-teman baru. Perasaannya sangat berbeda dan terkadang merindukan rutinitas ketika di kampung halaman bersama keluarga. Perasaannya juga campur aduk, kadang senang melakukan hal baru di tempat baru, tetapi juga rindu dengan keluarga di kampung sehingga perlu mengatur emosi agar tidak homesick,โ€ papar Amreza.

โ€œDisini ga ada keluarga, tapi disini ternyata banyak temen yang ga pulang juga, jadi tetap bisa merasakan senangnya lebaran. Akhirnya, disini aku masak-masak besar di masjid bareng teman-teman dan saling membantu satu sama lain. Itu yang aku syukuri dan terasa seru banget,โ€ tutur Farhana.

โ€œPuncak kesedihannya adalah ketika lebaran idul fitri dan melihat orang-orang saling berpelukan bersama orang tuanya. Tepat kala itu terasa menyedihkan hingga berpikir tahun depan harus mudik karena takut kehilangan momen bersama orang tua dan keluarga seperti tahun itu lagi,โ€ lanjut Amreza. 

Perasaan tersebut juga ternyata dirasakan oleh Reza. Ternyata perasaannya tetap berbeda meski ia merasa baik-baik saja. 

โ€œJadi waktu aku belanja makanan gitu terus, terus dengerin lagu Opick gitu yang diputar di sana. Tapi nggak kerasa, nggak sadar, tiba-tiba โ€˜cesโ€™ gitu sedih. Jadi gitu lah hal yang paling berbeda,โ€ ungkap Reza.

Kendati demikian, selalu ada cara untuk bangkit dari kesedihan dan merasakan hari raya yang berbahagia. Keempatnya memberikan tips agar dapat meredam rindu meski lebaran di perantauan. Berikut ini beberapa tips yang mereka bagikan untuk mengatasi rindu.

  1. Tetap Berkomunikasi dengan Keluarga

Sebagai momen lekat dengan keluarga, maka cara pertama yang bisa dilakukan dengan kemajuan teknologi saat ini adalah menghubungi mereka. Baik melalui telepon ataupun video call, saling bertukar kabar dengan keluarga setidaknya bisa mengurangi rasa rindu.

โ€œCara terbaik mengatasi kerinduan tentu dengan melakukan video call atau chat. Alhamdulillah kita hidup di zaman modern yang komunikasi dapat dilakukan dengan beragam pilihan. Tidak terbayang seperti 50 tahun lalu yang perlu mengirim surat hanya untuk berkomunikasi, tentu rindu yang diobati perlu dipendam lebih lama dan rasa sabar yang tinggi hanya untuk menyampaikan rasa rindu pada orang yang disayang,โ€ jelas Amreza.

  1. Menyiapkan Makanan Lebaran

Meskipun tidak merasakan suasana lebaran yang biasanya dirasakan, tetapi suasana tersebut dapat diciptakan. Makanan adalah salah satu yang dapat menghadirkan suasana yang sama di tempat berbeda. Maka cara berikutnya yang bisa lakukan adalah menyiapkan makanan-makanan khas lebaran. Jika tidak bisa memasaknya sendiri, TelUtizen mungkin bisa membelinya, seperti yang dilakukan oleh Anis.

โ€œSelain menelpon keluarga dan teman-teman di rumah, aku juga suka beli makanan yang suka dimakan pas lebaran di rumah terus makan bareng-bareng sama teman-teman yang ga mudik juga,โ€ ungkapnya.

  1. Melakukan Hobi

Meski terdengar sederhana, tetapi melakukan hobi di momen ini juga adalah salah satu penawar rindu yang dapat menjadi pilihan terbaik. Waktu yang lebih luang ketika libur tersebut bisa menjadi momen untuk mengenali dirimu lebih baik dan melakukan hobi yang menyenangkan. Mungkin kamu seperti Farhana, yang hobi bersih-bersih dan memasak. 

โ€œAku jadi lebih banyak bersih-bersih kamar sih, hahaha. Terus karena aku suka masak, aku juga bikin kue lebaran, kaya kastengel dan nastar bahkan bikin makanan buat hari raya di masjid,โ€ jelas Farhana. 

Atau kamu mungkin memiliki hobi yang lebih sederhana seperti Reza yang gemar menonton film. 

โ€œAku coba untuk enjoy the moment aja, sih. Salah satunya dengan nonton film karena itu bisa mengatasi rindu. Karena kadang kalau menghubungi orang rumah lagi, jadi makin kerasa rindunya,โ€ tutur Reza. 

Dari kisah keempatnya yang mungkin membuat haru, tetapi perasaan yang campur aduk tersebut tetap memberikan pembelajaran menarik dan berharga. Pengalaman merasakan lebaran yang hampa karena jauh dari keluarga menyadarkan Farhana bahwa keluarga ternyata kehadirannya sangat diperlukan dan penting sekali. Di sisi lain, ternyata ia juga menyadari bahwa akan selalu ada teman yang baik yang akan selalu membantu dan mendukung satu sama lain. Hal itu juga disadari oleh Anis. Baginya, momen itu membuat ia lebih mempererat silaturahmi dengan teman. 

Atau sesederhana pembelajaran yang Reza pahami ketika merasakan perbedaan budaya sebagaimana biasanya ia rasakan di kampungnya, yang membuat ia lebih bersyukur. Atau lebih sederhana lagi seperti Amreza, untuk pertama kalinya bisa merasakan bersantai dan menonton televisi di hari lebaran. Lucu, ya? Namun, di atas setiap kesepian dan kerinduan yang mereka rasakan, semuanya sepakat bahwa pengalaman itu menyadarkan mereka untuk lebih menikmati setiap masa dengan keluarga dan orang-orang tersayang. Bahwa momen penting itu begitu berharga dan belum tentu akan terulang lagi.

Berikut adalah kisah empat TelUtizen tentang pengalaman mereka merayakan lebaran di perantauan. Meski itu adalah pengalaman yang mungkin tidak diinginkan, tetapi dengan cerita dan tips yang telah mereka bagikan, semoga TelUtizen tidak merasa sendiri jika harus merasakan hal serupa. Tetap semangat dan berbahagia merayakan kemenangan, ya, TelUtizen!

Penulis: Aqila Zahra Qonita | Editor: Adrian Wiranata | Foto: Public Relations

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *