REDOOCEIT: Kelola Pengolahan Sampah Organik Menggunakan Maggot Secara Digital 

REDOOCEIT Kelola Pengolahan Sampah Organik Menggunakan Maggot Secara Digital 

Bandung, 18 September 2024 – Darurat sampah makanan di negara ini kian membengkak. Komunitas Indonesian Gastronomy Community (IGC) memaparkan, Indonesia menjadi negara penghasil sampah makanan terbesar nomor dua di dunia, dengan jumlah 20,93 juta ton setiap tahun.   

Dengan latar belakang penyelesaian masalah sosial dan komitmen akan mencapai tujuan berkelanjutan, tim mahasiswa Telkom University (Tel-U) membuat sebuah project inovatif yang menjadi solusi pengolahan sampah organik. Tim ini terdiri dari tiga anggota: Alfara Nafi Dinara (S1 Informatika), Fawaz Al Rasyid (S1 Informatika), Caecarryo Bagus Dewanta (S1 Informatika), Raditya Aydin (S1 Informatika), Nisrina Thifal Khairunnisa (S1 Sistem Informasi), dan Nazwa Tazkia Kirana (S1 Sistem Informasi). Didampingi oleh Dosen D3 Sistem Informasi, Suryatiningsih, S.T., M.T., mereka mengadirkan inovasi yang disebut Redooceit.   

Redooceit lahir dari program kolaborasi antara Bandung Techno Park (BTP) dengan Kementerian Koperasi dan UMKM (KEMENKOP). Hebatnya, di awal September 2024 lalu, Redooceit sukses mengikuti Demoday BTP x KEMENKOP UKM sehingga berhasil menarik perhatian ventures Capital dan menandatangani 4 LOI’s. Lalu, dalam kompetisi Innovillage tahun 2023 lalu, Redooceit berhasil memenangkan “Best Category” dalam kategori Zero Waste Solution.  

Karya Inovatif ini dikembangkan untuk mengoptimalisasi serta digitalisasi tata kelola sampah organik makanan. Selain melihat kedekatannya dengan lokasi Tel-U, Desa Lengkong dipilih menjadi salah satu daerah untuk mengembangkan proyek ini karena memiliki potensi besar untuk pengembangannya. Dengan menerapkan ekonomi sirkular, Redoocelt berhasil membantu desa-desa di Lengkong dengan menerapkan pemilahan sampah, serta pengolahan sampah organik menjadi belatung dan bebek.   

Raditya Radin menjelaskan bahwa Redooceit mengintegrasikan beberapa teknologi, termasuk pembuatan perangkat Internet of Things (IoT) guna membudidayakan maggot yang menguraikan limbah makanan secara otomatis, dan dimonitor langsung melalui aplikasi yang diciptakan oleh tim Redooceit sendiri.   

Bukan hanya itu saja, tim Redooceit telah melakukan berbagai aktivitas yang melibatkan masyarakat Desa Lengkong. Dimulai dari sosialisasi, pelatihan, serta pengembangan aplikasi yang memungkinkan pengelolaan dan monitoring proses pengolahan sampah makanan scara real-time.  Di samping itu pula, aplikasi ini juga memberikan fasilitas berupa pemberian reward untuk warga yang aktif dalam memilah sampah, sehingga bisa ditukarkan dengan kebutuhan sehari-hari. Hal ini mendorong partisipasi masyarakat sekitar akan program ini. Aplikasi ini juga diberi nama Redooceit.   

“Kami melakukan banyak sosialisasi ke warga masyarakat desa, dengan sosialisasi ke rumah warga secara langsung maupun melalui acara-acara desa seperti POSYANDU, Pasar Mingguan, Rapat RW, hingga membuat beberapa acara sendiri seperti sosialisasi program Innovillage 2024 yang dihadiri lebih 70 warga. Market Day penukaran sampah menjadi berkah.” tutur Raditya.   

Dalam perjalanannya, Redooceit mendapat dukungan dari berbagai pihak, yang beberapa diantaranya: Pemerintah desa, TP3SR Bagja, PUSPA, Tim MiJel P2MD Telkom University, serta Dinas Lingkungan Hidup yang menunjukkan efektivitas kolaborasi dengan tujuan keberlanjutan RedooceIt. 

Proyek ini memberi manfaat yang signifikan. Ada banyak perubahan positif yang dapat dirasakan oleh warga. Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Aditya, perubahan positif dari kebersihan lingkungan, hingga keefektifan pekerjaan di TPS3R Bagja. Di samping itu, proyek ini berhasil mendorong semakin banyak warga yang tertarik dalam memilah sampah, serta menyetorkan sampahnya ke Redoocelt dengan kenaikan 30%.  

“Sistem reward sembako membuat warga khususnya Ibu Rumah Tangga berlomba-lomba memilah sampahnya, program ini dapat meningkatkan kesadaran warga dalam menumbuhkan kebiasaan memilah sampah, di mana hal ini sejalan dengan program Bandung Bebas Bersih Sampah (BBBS).” tutur Raditya.  

Kedua adalah dampak ekonomi. Selrasa dengan kebiasaan baru masyarakat, dengan adanya ekonomi sirkular pula, warung  dan UMKM turut mendapatkan pelanggan rutin baru seiring dengan bertambahnya masyarakat yang berkomitmen untuk memilih. Serta, penghasilan TPS3R yang mengalami kenaikan sebesar 20% dari penjualan sampah organik.  

Raditya turut melanjutkan penjelasannya, bahwa selain dampak yang telah disebutkan, adanya produk Redoocelt mendapat banyak respon positif dari masyarakat sekitar.  

“Salah satu warga Desa Lengkong, Bu Rizki, merasa terbantu dan senang dengan adanya program ini. Tak hanya Bu Rizki saja, ada 92% total keseluruhan masyarakat yang mengatakan bahwa Redoocelt merupakan program yang sangat bermanfaat. Serta, 83% masyarakat yang puas dengan penukaran reward berdasarkan hasil survey tingkat kepuasan pengguna.” pungkas Raditya.  

Eksistensi Redooceit ini menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa Tel-U mampu memiliki semangat yang tinggi mengimplementasikan kreativitas serta ilmu yang telah dipelajari untuk menjadi sebuah proyek inovatif yang memberi dampak positif dalam berbagai sektor!  

Untuk informasi lebih jauh tentang project ini dapat mengakses akun Instagram Redooceit @redooceit. Kabarnya, Redooceit sedang membuka lowongan volunteer! Bagi teman-teman yang ingin mengikuti, bisa langsung mendaftarkan diri dengan persyaratan yang tertera, ya. Ini adalah kesempatan emas untuk mengembangkan dirimu bersama Redooceit!  

Penulis: Adinda Cantika Putri| Editor: Adrian Wiranata | Foto: Public Relations 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *