Jakarta, 23 April 2024 – Diskusi tentang peran penting wireless backhaul dalam mendukung pergelaran 5G dan 5G Advanced menjadi salah satu fokus pada sesi diskusi yang diadakan dalam 10th Asia-Pacific Spectrum Management Conference. Acara ini diselenggarakan ForumGlobal bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Telkom University (Tel-U) sebagai tuan rumah di Indonesia, berlangsung di Pullman CBD Jakarta pada tanggal 23-24 April 2024.
Banyak yang beranggapan bahwa backhaul untuk Base station didominasi oleh teknologi fiber optic, namun kenyataannya 70% Base station dihubungkan melalui wireless backhaul.
Berikut merupakan ringkasan dari hasil diskusi yang berlangsung antara Principal Engineering Expert, National Broadcasting and Telecommunications Commission (NBTC), Thailand Saneh Saiwong; Director General, Strategy & Development, Pakistan Telecommunication Authority (PTA) Mudassar Naveed; State Radio Spectrum Management Center, MIIT, China, Xianhua Ding; Vice President, Technology Strategy and Consumer Product Innovation, Telkomsel, Ronald Limoa; serta Chairman, ETSI ISG mWT, Renato Lombardi.
Saat ini, frekuensi 6-42 GHz menjadi standar global untuk backhaul. Frekuensi di bawah 10 GHz tetap penting untuk menghubungkan backhaul jarak jauh hingga 20 Km. Namun, pita E-band semakin berkembang dan menawarkan solusi untuk backhaul jarak dekat hingga menengah. Di Indonesia, 50% jarak antara Base Station dalam rentang 2-3 km.
Meski menawarkan keuntungan berupa besarnya bandwidth, pita E-band memiliki tantangan, terutama di daerah dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia. Intensitas hujan yang bervariasi dapat mempengaruhi transmisi sinyal pada band ini.
Untuk mengatasi masalah tersebut, ETSI sebagai lembaga pre standarisasi, melakukan studi pada pita E-band. Mereka mengusulkan KPI baru yang disebut Backhaul Traffic Availability (BTA). KPI ini dinilai lebih relevan daripada Peak Rate karena mendukung Teknik adaptive coding and modulation, yaitu penyesuaian koding dan modulasi berdasarkan kondisi kanal. Dengan BTA, link dianggap tersedia jika dapat memenuhi permintaan trafik yang ada. Dengan kata lain, meskipun permintaan trafik rendah, jika bisa dipenuhi dengan Teknik adaptive coding and modulation, maka itu tidak menjadi masalah.
Analisis data trafik menunjukkan bahwa untuk mendukung control plane, synchronization plane, dan manajemen plane, sebuah base station hanya membutuhkan sekitar 20 Mbps. Dengan pendekatan yang lebih pragmatis ini, operator dapat meraih peningkatan yang signifikan tanpa harus menyediakan 99,9% availability untuk permintaan dengan probabilitas 0,1%.
Penulis: Abdullah Adnan | Editor: Adrian Wiranata | Foto: Public Relations