BANDUNG, TEL-U – Motif batik Pelo Ati. Ragam hiasnya menggambarkan dua motif ayam dengan kepala terpenggal. Pada bagian tubuhnya menunjukan ragam hias menyerupai bentuk hati, dan pada motif ayam lainnya terdapat pelo. Inilah yang menjadi salah satu ciri khas corak batik Rifa’iyah. Batik pesisir ini dipengaruhi budaya warga Rifa’iyah yang berpegang teguh pada ajaran Syaikh Ahmad Rifa’i ber-madzhab Imam Syafi’i.
Mengikuti syariat Islam, Batik Rifa’iyah menghindari unsur motif binatang atau manusia. Kalaupun ada unsur tersebut, maka akan digambarkan tidak utuh menyeluruh melainkan sebagian tubuh tertentu saja. Misalnya hanya menggambarkan sebagian tubuhnya saja atau menghiasnya dengan corak tumbuhan. Sebagaimana Pelo Ati yang digambarkan dengan motif-motif bunga dan dedaunan. Mengungkap filosofis Pelo Ati, dosen dan peneliti Kriya Tekstil Mode Telkom University, Bulan Prizilla, M.Ds menyebutkan ragam hias Pelo Ati memiliki pemaknaan dakwah terhadap ajaran Syaikh Ahmad Rifa’I mengenai ilmu Tasawuf.
“Motif ayam pada batik Pelo Ati mengibaratkan mahluk hidup. Dan manusia adalah makhluk hidup yang memiliki hati. Pada kitab Tarajumah, terdapat delapan sifat manusia yakni zuhud, qana’at, shabar, tawakal, mujahadah, ridla, syukur dan ikhlas,” tutur Bulan.
Pada ragam hias batik Pelo Ati juga terdapat gambar ampela burung yang digambarkan berada di luar tubuh burung. Kata Bulan, ampela adalah tempatnya kotoran dan harus dibuang. Bulan mengungkapkan, gambaran ampela mengibaratkan sifat-sifat buruk manusia yang harus dibuang. Dalam kitab Tarajumah disebutkan sifat buruk manusia yakni hubbu al-dunya, thama’, itba’ al-hawa, ‘ujub, riya, takabur, hasud dan sum’ah.
“Batik Pelo Ati Rifa’iyah menggunakan pewarnaan Tiga Negeri, dimana warna-warna ini melambangkan prinsip hidup yang dipegang masyarakat Rifa’iyah yakni Ushuliddin, Fiqih dan Tasawuf,” kata Bulan.
Hukum Islam ajaran Syaikh Ahmad Rifa’I, jelas Bulan, melarang penggambaran mahluk hidup selain tumbuh-tumbuhan pada pakaian. Kecuali jika binatang itu dalam kondisi mati. Misalnya ditandai dengan kondisi kepala terpotong atau memotong bagian tubuh lainnya yang menyimbolkan binatang tersebut telah mati. Hal ini diperuntukan agar karya seni batik tidak menimbulkan perbuatan syirik bagi pembuatnya maupun penggunanya. Penggambaran ini tampak pada motif Pelo Ati batik Rifa’iyah.
Pengaruh syariat Islam terhadap seni batik terwujud kuat pada seni corak batik Rifa’iyah. Menurut Bulan, sebagian besar motif Batik Rifa’iyah dilandaskan kepada ajaran Syaikh Ahmad Rifa’i, pendiri Pesantren Kalisalak, Limpung Batang. Sebutan Rifa’iyah diambil dari nama tarekat yang didirikan oleh KH. Ahmad Rifa’I di mana komunitasnya muncul di Kalisalak, Batang Jawa Tengah sekitar tahun 1850. Syaikh Ahmad Rifa’I tercantum sebagai salah satu pahlawan nasional sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono hingga sekarang. Menurut ajaran Syaikh Ahmad Rifa’I, Islam memilki aturan yang harus dipatuhi dalam penggambaran, terutama penggambaran makhluk hidupnya.
“Sebagian besar Batik Rifa’iyah mempunyai nilai seni sangat tinggi. Motif dan coraknya sangat kental dengan nilai-nilai Islam dan nilai-nilai budaya kehidupan masyarakatnya,” ujar Bulan. (Purel/Risca)