Semarang, 2 Oktober 2024 – Perubahan iklim global telah menyebabkan dampak serius, salah satunya adalah kenaikan permukaan air laut. Fenomena ini membawa berbagai konsekuensi, termasuk perubahan garis pantai, terganggunya habitat satwa liar, ancaman terhadap infrastruktur, lahan produktif, dan permukiman di wilayah pesisir. Di Indonesia, wilayah pesisir utara Pulau Jawa sering mengalami banjir rob yang menimbulkan gangguan signifikan pada aktivitas warga dan berdampak negatif pada kondisi ekonomi, sosial, serta kesehatan.
Untuk mengatasi ancaman banjir rob, pemerintah Indonesia telah membangun berbagai infrastruktur seperti tanggul laut, waduk, dan stasiun pompa besar. Fasilitas-fasilitas ini dirancang untuk memompa air saat tingkat pasang melebihi ambang batas yang ditetapkan. Namun, hingga saat ini, pengendalian pompa masih dilakukan secara manual. Kurangnya sistem pemantauan permukaan laut yang berkelanjutan dan otomatisasi dalam pengendalian pompa menyebabkan kurangnya akurasi dalam merespons banjir rob dan mengurangi dampak kerusakan.
Mengetahui permasalahan tersebut, inovasi terbaru datang dari kolaborasi antara Telkom University (Tel-U) dan University of Wollongong (UOW) Australia yang menghadirkan sebuah sistem pemantauan Kenaikan muka air laut yaitu Tide-Eye. Inovasi tersebut berhasil mendapatkan pendanaan melalui program KONEKSI (Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia) 2023-2024 yang merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia.
Tide-Eye merupakan sistem yang mengintegrasikan teknologi Internet of Things (IoT), Drone, dan Artifial Intelligence (AI) untuk memantau banjir rob di wilayah pantai utara Jawa Tengah. Teknologi IoT pada sistem Tide-Eye digunakan untuk memantau ketinggian air laut dan air di area pemukiman yang memiliki kemampuan early warning system (EWS) terkait penyebaran banjir dan dampaknya. Tide-Eye mengandalkan radar dan kamera sebagai perangkat IoT utama untuk mendeteksi perubahan level permukaan air laut dan di wilayah residensial.
Sebagai alat utama, radar akan berfungsi untuk mendeteksi permukaan laut, sementara kamera digunakan untuk memantau dan membaca skala ketinggian air di pemukiman secara berkelanjutan. Data yang diperoleh dari radar dan kamera kemudian akan diproses oleh sistem AI guna menentukan status darurat dan memberikan informasi peringatan dini.
Selain itu, sistem pada Tide-Eye juga menggunakan drone berkamera untuk mengumpulkan gambar dari daerah yang terkena banjir. AI akan digunakan untuk mengidentifikasi area banjir serta memperkirakan luas wilayah terdampak. Dari hasil pemantauan IoT Tide-Eye yang ditampilkan melalui dashboard monitoring, akan membantu Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan operasi penanganan banjir rob.
Inovasi tersebut dikembangkan oleh Dosen Fakultas Teknik Elektro (FTE) Tel-U sekaligus ketua tim, Ir. Miftadi Sudjai, Prof. Dr. Aloysius Adya Pramudita, Dr. Asep Suhendi, Mochammad Fahru Rizal, S.T., M.T., Marlindia Ike Sari,?S.T.,?M.T., dan Dr. Erna Sri Sugesti beserta Tim periset dari Pusat Unggulan IPTEKS Perguruan Tinggi Intelligent Sensing-IoT (PUI-PT IS-IoT) bersama tim Peneliti UoW yang dipimpin oleh Asoc. Prof. Dr. Le Chung Tran. Proyek ini juga melibatkan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (Kementrian PUPR) sebagai pihak penerima manfaat, serta dan PT. Hilmi Anugrah sebagai mitra lokal.
Menurut Ketua Tim, Ir. Miftadi Sudjai, M.Sc., Ph.D mengatakan bahwa saat ini teknologi Internet of Things (IoT) dapat memberikan kontribusi besar dalam mengoptimalkan mitigasi banjir rob.
“Teknologi tersebut memungkinkan pemantauan yang lebih akurat terhadap kenaikan permukaan air laut dan air di kawasan pemukiman, sehingga dapat memberikan peringatan dini yang lebih baik dan otomatisasi dalam pengendalian pompa.” Jelas Miftadi
Dengan memanfaatkan teknologi tersebut, sistem Tide-Eye akan diterapkan di tiga kota di Jawa Tengah yang sering mengalami banjir rob, yaitu Pekalongan, Semarang, dan Demak.
Selain itu, pelaksanaan program ini juga menekankan perspektif GEDSI (Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial) untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan serta pengembangan solusi dalam proyek ini melibatkan partisipasi yang setara dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok sosial lainnya.
Miftadi berharap hadirnya inovasi ini tidak hanya dapat menjadi solusi dalam penanganan banjir rob di wilayah pesisir utara Pulau Jawa yang semakin efektif dan efisien, tetapi juga mempererat hubungan antara Tel-U dan UOW.
“Dengan banyaknya proyek riset kolaboratif, termasuk dua proyek yang didukung dan didanai oleh KONEKSI untuk periode 2024-2026. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat hubungan antar institusi, tetapi juga mempererat hubungan antar masyarakat kedua negara.” Ujar Miftadi
Penulis: Aprilia Sekar N | Editor: Adrian Wiranata | Foto: Public Relations