Bandung, 21 Mei 2024 – Layanan internet satelit Starlink menjadi perbincangan hangat di berbagai di Indonesia, baik akademisi maupun masyarakat umum. Assoc. Prof. Dr. Eng. H. Khoirul Anwar, S.T., M.Eng., yang merupakan Direktur dari salah satu Center of Excellence (CoE) yaitu Advanced Intelligent Communications (AICOMS) di Telkom University (Tel-U), memberikan pandangannya mengenai teknologi ini serta potensi dan tantangannya di Indonesia.
Menurut Dr. Khoirul Anwar, Starlink adalah layanan internet berbasis Satelit Orbit Rendah / Low Earth Orbit (LEO) yang melibatkan banyak satelit untuk memastikan layanan internet tidak terputus. Meskipun teknologi ini sudah lama dibahas di kalangan akademisi dan forum internasional, baru belakangan ini layanan tersebut menjadi booming setelah di implementasikan oleh Starlink.
“LEO akan berada di atas lokasi rumah kita hanya dalam beberapa menit saja, sehingga harus dicover oleh banyak satelit agar seolah-olah layanannya (dalam hal ini koneksi internet pelanggan) tidak pernah putus,” jelasnya.
Internet satelit saat ini dapat menggunakan satelit LEO, Medium Earth Orbit (MEO), maupun Geostasioner Earth Orbit (GEO). Teknologi LEO yang digunakan Starlink memungkinkan cakupan area yang luas dengan komunikasi antar satelit menggunakan Laser Communications, yang mampu membawa data dalam jumlah besar.
“Dari ketiganya yang paling stabil adalah GEO, tapi karena sangat jauh dan mahal, maka mungkin tidak akan bisa mengalahkan Starlink dari sisi harga.” kata Dr. Khoirul.
Mengenai ketersediaan layanan internet satelit di Indonesia, Dr. Khoirul menyatakan bahwa Starlink bukan satu-satunya pemain. “Tetapi, jika langsung menyentuh masyarakat secara perorangan, sepertinya baru Starlink, layanan ini memiliki kelebihan, seperti biaya yang lebih murah (untuk internet satelit) dan kemampuan mencakup 40% daerah pedesaan yang sulit dijangkau oleh operator seluler biasa.” tambahnya.
Namun, layanan internet satelit juga memiliki kekurangan. Dr. Khoirul menyoroti isu keamanan negara dan keamanan fisik satelit. Menurutnya, kondisi seperti satelit rusak terkena solar flare atau badai matahari sangat mungkin terjadi, dan hal itu bisa menjadi sebuah masalah. Kendala lain yaitu terjadi ketika Satelit keluar dari orbitnya, sehingga bisa mengganggu layanan yang berlangsung.
Indonesia, sebagai negara ekuator, tidak terlalu terpengaruh terhadap kinerja satelit internet, kecuali oleh cuaca dan curah hujan yang tinggi. “Gelombang elektromagnetik mengalami redaman tinggi ketika melewati air dan uap air, apalagi pada frekuensi tinggi,” jelas Dr. Khoirul.
Khoirul juga menyampaikan bahwa peluang dalam mengembangkan internet satelit masih sangat luas, terutama terkait keamanan, seperti pengembangan teknologi Quantum Communication dan Quantum Cryptography.
“Quantum communication dan Quantum Cryptography adalah beberapa teknologi yang bisa diterapkan untuk meningkatkan keamanan masa depan, hampir semua satelit belum menerapkan ini, jadi ini peluang” ungkapnya.
Pada akhirnya, Dr. Khoirul Anwar berpendapat bahwa layanan internet satelit seperti Starlink tidak akan menggusur teknologi yang ada, melainkan melengkapinya. “Implementasinya lebih cepat, tapi jika melihat kacamata bisnis bahwa Starlink yang utama, bisa benar juga. Artinya kalah cepat.” tutupnya.
Dengan demikian, Starlink menawarkan solusi inovatif untuk meningkatkan akses internet di daerah-daerah terpencil di Indonesia, meskipun masih ada tantangan yang perlu diatasi dalam penerapannya.
Penulis: Abdullah Adnan | Editor: Adrian Wiranata | Foto: Public Relations