Bandung, 15 Maret 2024 – Dosen Fakultas Komunikasi dan Bisnis (FKB) Telkom University (Tel-U) Dr. Mohamad Syahriar Sugandi berhasil meraih gelar doktor pada bidang Komunikasi Kesehatan di Ekosistem Digital pada sidang terbuka yang berlangsung pada Jumat, (8/3) di Universitas Padjajaran, Bandung. Syahriar meneliti mengenai perubahan perilaku komunikasi dan sosial yang muncul pada penggunaan Telemedicine pada saat pandemi.
Telemedicine atau konsultasi online didefinisikan oleh American Academy of Family Physicians sebagai praktik penggunaan teknologi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara jarak jauh. Seorang dokter di satu tempat menggunakan teknologi komunikasi untuk melayani pasien yang berada di tempat lain. Praktik ini semakin populer pada saat pandemi Covid-19 yang terjadi mulai tahun 2020 di Indonesia.
Hal tersebut lah yang menjadi dasar Syahriar untuk meneliti perubahan perilaku komunikasi dan sosial yang signifikan pada sistem pelayanan kesehatan (telemedicine), karena pada saat itu World Health Organization (WHO) merilis kebijakan pembatasan tatap muka untuk meminimalisir penyebaran covid-19 dengan metode flattening the curve.
“Ketika tatap muka dibatasi, ada akses terhadap pelayanan kesehatan yang terhambat. Ini menjadi menarik karena akan memunculkan perubahan komunikasi antara pasien dan dokter. Jadi muncul bentuk-bentuk cara penyampaian komunikasi baru yang sebelumnya belum ada. Akhirnya peran komunikasi dokter dan pasien semakin kuat.” ungkap Syahriar.
Syahriar mengatakan bahwa manusia cenderung memahami realitas itu atas interaksinya dengan sesamanya, hal ini berdasar pada sebuah teori komunikasi yaitu teori Konstruksi Sosial atas Realitas. Ketika pandemi, banyak kebiasaan masyarakat berubah, hal tersebut kemudian diperkuat menjadi norma dan aturan baru, sehingga pada akhirnya, diinternalisasi di masyarakat sebagai perilaku normal baru atau new normal.
“Ketika endemi, berubah juga perilaku manusianya. Sejauh mana perubahannya, temuan saya menunjukkan dalam beberapa penerapan komunikasi kesehatan digital tetap berlanjut, seperti telemonitoring oleh dokter secara jarak jauh pada pasien. Meski begitu, dalam riset saya dengan tegas mengatakan bahwa telemedicine bukan subtitusi, namun complimentery pelayanan tatap muka atau pelayanan kesehatan lainnya sebagai pelengkap. ” ungkap Syahriar.
Menurutnya pandemi memunculkan beragam hal menarik yang dapat dipelajari, karena pada akhirnya para dokter merubah bentuk komunikasinya menjadi lebih dialogis terhadap pasien. Perubahan perilaku layanan kesehatan jarak jauh juga membuat tenaga medis memanfaatkan alat multimedia secara optimal.
Lokasi penelitian dilakukan di Bandung, yang dilakukan secara daring dan luring untuk melihat perubahan perilaku secara akurat. Bandung juga dipilih karena saat itu menjadi salah satu titik penyebaran covid-19. Penelitiannya melibatkan 32 tenaga medis (dokter), serta 4 klinik yang diamati dan telah melakukan implementasi telemedicine.
Sebagai informasi tentang riwayat pendidikan Syahriar, beliau merupakan sarjana ekonomi yang meneliti tentang Kepentingan Publik, pada Studi Pembangunan. Melanjutkan studi Magister di bidang Komunikasi, beliau mulai melakukan riset pada perilaku di ekosistem digital, khususnya perilaku pengguna dalam mengakumulasikan modal sosial (social capital). Pada saat menempuh studi doktoral, beliau tertarik pada topik ruang kesehatan dalam lingkup digital.
“Topik ini memunculkan perilaku yang menarik, karena di Indonesia budaya kesehatannya beragam, ada yang percaya dengan herbal, spiritual, dan medis. Budaya ini berbeda, ketika masuk dalam ruang digital itu menjadi satu varian baru. Bagaimana caranya tidak tatap muka dengan dokter, tapi percaya akan kesembuhan dari pemeriksaan secara daring. Ini kan menarik.” ungkap Syahriar.
Pada akhir wawancara yang berlangsung pada Jumat (15/3), Syahriar berharap para ilmuwan komunikasi memiliki peran untuk menjembatani kesenjangan baik dari tahapan pemikiran, ide, pemaknaan terkait dengan berbagai realitas tersebut. Melalui penelitian ini dirinya menemukan bahwa peluang untuk berkontribusi pada alat inovasi digital di bidang e-health masih sangat besar. Sehingga muncul peluang bagi para inovator-inovator Tel-U berkontribusi di sektor ini.
Penulis: Abdullah Adnan | Editor: Adrian Wiranata | Foto: Public Relations