Diskusi Strategi Menghadapi Kesenjangan Digital Pada Kegiatan APSMC 2024

Diskusi Strategi Menghadapi Kesenjangan Digital Pada Kegiatan APSMC 2024

Jakarta, 24 April 2024 – Dalam acara The 10th Asia-Pacific Spectrum Management Conference (APSMC) 2024 yang digelar oleh ForumGlobal, pada sesi ke delapan membahas kesenjangan digital di Asia-Pasifik. Kemajuan konektivitas terus berlanjut, namun terjadi perlambatan dalam menghubungkan jaringan baru, terutama di wilayah ekonomi dan teknis yang menantang. Pada acara ini, Telkom University (Tel-U) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominf) menjadi tuan rumah penyelenggaraan APSMC 2024 di Indonesia.

Dalam memperluas cakupan konektivitas dan mengatasi kesenjangan, diperlukan upaya bersama dari seluruh pemangku kepentingan dengan mengadopsi teknologi baru dan kebijakan inovatif. Selain cakupannya, terdapat pula kelemahan penggunaan yang signifikan, sebagian besar disebabkan oleh keterjangkauan perangkat dan kurangnya keterampilan digital. 

Hal tersebut menjadi isu prioritas di seluruh negara. Untuk mengetahui bagaimana cara baru dalam mengatasi konektivitas universal: strategi, teknologi dan koordinasi untuk menjembatani keselarasan digital, diskusi pada sesi kali ini diikuti oleh Staf Program, Telekomunitas Asia-Pasifik (APT) Forhadul Parvez, Direktur Jenderal, Spectrum, BTRC, Mohammad Moniruzzaman Jewel, Kepala Biro Regulasi dan Hubungan Pemerintah, XL Axiata, Alvin I. Aslam dan Direktur Regional, Akses Pasar, Asia-Pasifik, Rivada Space Networks, Sara Lim. 

Staf Program, Telekomunitas Asia-Pasifik (APT), Forhadul Parvez menjelaskan mengenai bagaimana Kesenjangan Digital dan Konsekuensinya (Digital Gap). Saat ini 2,6 miliar orang di seluruh dunia dan hampir 40% populasi di Asia-Pasifik masih tidak memiliki akses internet. 

Hal tersebut membuat Telekomunitas Asia-Pasifik yang merupakan sebuah organisasi antar pemerintah untuk mendorong pengembangan layanan telekomunikasi dan infrastruktur informasi di seluruh kawasan Asia-Pasifik, memiliki rencana strategis APT yang dapat dilakukan pada tahun 2024 – 2026. Dengan melakukan pembangunan, infrastruktur pelayanan, telekomunikasi dan informasi dan  mengembangkan kerja sama regional. 

Adapun bentuk-bentuk kesenjangan yang ada meskipun perangkat elektronik dengan akses internet yang telah dipasarkan secara massal yaitu pertama kurangnya konektivitas dan perangkat yang terjangkau, kurangnya keterampilan digital serta kurangnya kemampuan untuk memanfaatkannya secara maksimal. 

Pada narasumber selanjutnya, Direktur Jenderal (Divisi Spektrum) BTRC, Brigjen Mohammad Moniruzzaman Jewel turut menjelaskan mengenai Menjelajahi Cara Baru untuk Konektivitas Universal: Strategi, Teknologi, dan Koordinasi untuk Menjembatani Kesenjangan Digital. 

Di zaman ini, ada sejumlah tantangan yang harus diatasi dalam hal konektivitas. Beberapa di antaranya adalah hambatan geografis, kekurangan infrastruktur, tingkat melek huruf yang rendah, bencana alam, dan keterbatasan sumber daya keuangan. Namun, untuk mencari cara baru dalam menciptakan konektivitas yang merata, yaitu diperlukan strategi tertentu. Ini termasuk pemanfaatan teknologi seluler, konektivitas satelit, solusi tenaga surya, dan pengembangan jaringan komunitas.  

“Dalam praktiknya, diperlukan strategi untuk mengurangi kesenjangan digital melalui kebijakan yang mengelola spektrum dengan fleksibilitas, menentukan durasi penugasan spektrum, menangani pembayaran biaya dan beban, memastikan tersedianya spektrum yang memadai untuk jaringan 4G/5G, menetapkan harga spektrum sesuai dengan biaya peluang, dan memberikan izin Fixed Wireless Access (FWA) untuk Operator Jaringan Bergerak (MNO).” Jelas Jewel  

Dalam kegiatan ini Kepala Biro Regulasi dan Hubungan Pemerintah, XL Axiata, Alvin I. Aslam juga menyampaikan terkait meninjau kembali spektrum: tantangan telekomunikasi Indonesia. Untuk memajukan ekonomi digital di Indonesia, tentunya sangat penting melakukan kolaborasi yang erat dari semua pemangku kepentingan. Hal tersebut menjadi kunci sukses dalam menghadapi tantangan telekomunikasi di Indonesia.  

Bagi penyedia layanan telekomunikasi perlu mengembangkan model bisnis yang memungkinkan keuntungan bersama, serta dapat mengoptimalkan aset mereka melalui digitalisasi. Selanjutnya bagi pemerintah harus menetapkan kebijakan alokasi spektrum yang memadai dan terjangkau untuk teknologi IMT dengan mempercepat adopsi teknologi digital. Sedangkan bagi Industri ataupun perusahaan bisa berkontribusi dengan berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur, meningkatkan produktivitas melalui penggunaan teknologi telekomunikasi, dan menyediakan infrastruktur telekomunikasi sebagai layanan bersama.  

“Selain itu, penting diperhatikan bagi pemilik teknologi untuk melakukan evaluasi terkait solusi alternatif pada pembangunan pedesaan, seperti penggunaan satelit D2D yang dapat menjadi pilihan ekonomis tanpa mengganggu industri seluler yang ada.” Ujar Alvin 

Di akhir sesi ini, ditutup dengan narasumber yang merupakan seorang Direktur Regional, Akses Pasar, Asia-Pasifik, Rivada Space Networks, Sara Lim, yang menjelaskan mengenai konektivitas universal. 

RIVADA adalah perusahaan global yang menawarkan satelit Low-Earth-Orbit (LEO) yang beroperasi pada ketinggian 1050 Km dengan menggunakan spektrum ka-band. Mereka menyediakan layanan B2B dan B2G untuk konektivitas global dengan latensi rendah dan bandwidth tinggi. 

Satelit ini memiliki berbagai aplikasi, termasuk: Menjangkau daerah terpencil, memantau daerah tertentu, komunikasi maritim dan aeronautika yang aman dan efisien, keamanan publik, memungkinkan pemerintah untuk mengontrol dan menjaga jarak dari jarak jauh, pemulihan pasca bencana alam, di mana satelit dapat menjadi infrastruktur komunikasi sementara saat BTS atau infrastruktur lain rusak. 

Adapun teknologi satelit terbaru yang tawarkan untuk menjadi solusi meliputi, satelit dengan throughput tinggi, mampu mengirimkan ratusan gigabyte data, low Earth Orbital (LEO), menawarkan konektivitas dengan latensi rendah dan kecepatan tinggi, dapat terhubung langsung ke perangkat, sehingga memungkinkan koneksi langsung dengan perangkat, ditentukan oleh perangkat lunak, menyediakan kapasitas dan cakupan berdasarkan permintaan pengguna, tautan optik antar satelit, memungkinkan satelit untuk berkomunikasi tanpa memerlukan infrastruktur bumi serta gateless, untuk mengamankan komunikasi end-to-end di dalam cakupan satelit. 

RIVADA memberikan solusi inovatif dengan teknologi satelit LEO untuk memenuhi kebutuhan konektivitas global yang efisien dan aman.

Penulis: Aprilia Sekar | Editor: Adrian Wiranata | Foto: Public Relations

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *