MALANG, Telkom University – Telkom University (Tel-U) bekerjasama dengan PT Inti, meluncurkan produk inovasi, Arrhythmia Monitoring System, Senin (16 /12) di RSUD dr. Saiful Anwar, Malang. Peluncuran hasil penelitian Program Pengembangan Teknologi Industri (PPTI) ini, disaksikan Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kementerian Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr. Eng. Hotmatua Daulay,M.Eng.,B.Eng.
Arrhythmia Monitoring System sendiri merupakan alat perekaman jantung secara mandiri untuk mendeteksi Arrhythmia yang dikembangkan dengan sistem Internet of Things (IoT), sehingga dapat dilihat secara real time. “Produk riset ini sebagai wujud nyata perguruan tinggi dalam mewujudkan kemandirian alat kesehatan di Indonesia” ungkap Rektor Telkom University, Prof Adiwijaya.
“Dulu, ketika harus melakukan perekaman jantung, orang harus mendatangi tenaga medis atau dokter di Rumah Sakit (RS). Dengan alat ini, pasien memungkinkan untuk merekam tekanan jantung di rumah. Selain itu, dokter pun bisa mendapatkan data perekaman irama jantung secara real time. Hal ini belum pernah dilakukan alat perekam jantung yang sudah ada sebelumnya,” ungkap Rektor Telkom Univeristy.
Arrhythmia Monitoring System merupakan hasil penelitian dosen dan peneliti Tel-U, Satria Mandala, Ph.D., sejak ia masih bekerja di Universiti Teknologi Malaysia. Melalui hibah penelitian bertajuk “Real-time Monitoring Ventricular Arrhythmians Based–on Artifial Intelligence Algorithm in Android Smartphone” yang berkolaborasi dengan Institut Jantung Negara (IJN) Malaysia. Selepas pulang ke Indonesia, Kemenristek menyambut baik idenya untuk mewujudkan prototipe deteksi Arrhythmia tersebut. Melalui Hibah PPTI dari tahun 2017 sampai 2019, akhirnya, prototipe deteksi Arrhythmia ini berhasil dibuat.
Proses penelitian dan pengembangan Arrhythmia Monitoring System terbilang singkat, hanya tiga tahun. Tahun 2017, peneliti berhasil membuat prototipe sederhana deteksi Arrhythmia. Pada prototipe ini, arsitektur processor masih menggunakan single processor 32 bit, komunikasi data berbasis WIFI serta jenis arit Arrhythmia mia yang dideteksi adalah PAC, PVC dan VT. Tahun kedua pendanaan, arsitektur prototipe diubah ke dual core processor 32 bit, komunikasi data berbasis WIFI serta jenis Arrhythmia yang dideteksi adalah PAC, PVC, AF dan VT. Uji klinis mulai dilakukan pada 30 pasien dari RSUD dr. Saiful Anwar, Malang. Tahun ketiga pendanaan, processor masih memakai dual core processor 32 bit, namun komunikasi data diubah ke bluetooth, sehingga lebih hemat energi tiga kali lipat dibanding menggunakan WIFI. Jenis Arrhythmia yang dapat dideteksi pun bertambah menjadi PAC, PVC, AF, VT dan VF. Uji klinis sudah dilakukan ke 100 pasien di RS yang sama sebelumnya.
Ada enam keunggulan yang ditawarkan Arrhythmia Monitoring System dibandingkan produk perekam jantung lainnya. Pertama, desain portabel. Kedua, hemat energi. Ketiga, efektif dan efisien karena menggunakan teknologi 4.0 IoT untuk komunikasi datanya. Selanjutnya, Mampu mendeteksi Aritmia malignant (VT/VF) secara Real time dan mengirim notifikasi (alert) ke dokter maupun pasien dan keluarganya.
Kemudian, Flexible Arrythmias monitoring (Home-based Monitoring dan Hospital Based Monitoring). Terakhir, Mampu mendeteksi Arrhythmia secara komprehensif (lebih dari satu jenis arrhythmia: PAC, PVC, AF dan VT/VF serta beberapa parameter denyut jantung seperti Heart Rate (HR), panjang RR minimal, RR maksimal, dan rata-rata RR. Pendeteksian dapat dilakukan secara on-demand. Hasil deteksinya dapat dilihat langsung setelah perekaman selesai, tidak perlu menunggu tiga hari seperti produk lain. Selain itu, Akurasi, Sensitifitas dan Spesifisitas deteksi tinggi.
“Berdasarkan hasil uji coba pada 100 pasien di RS dr. Saiful Anwar, Malang, dibandingkan dengan alat yang sudah ada, tingkat akurasi Arrhythmia Monitoring System hampir sama, mencapai 80 – 85 %,” ujar Satria.
Selain akurasi data tinggi, alat ini lebih murah harganya sehingga dapat dibilang paket komplit. “Dari segi kepraktisan dan keilmiahan ada Arrhythmia Monitoring System. Harganya pun jauh lebih murah dibandingkan alat-alat yang sudah ada sebelumnya, karena Tingkat Komposisi Dalam Negeri (TKDN)-nya hampir 100 %. Jadi, sangat dimungkinkan alat ini untuk diproduksi secara massal. Jika selama ini alat perekam jantung yang biasa digunakan impor, dengan nilai bisa mencapai Rp 80 jutaan per alat. Sementara Arrhythmia Monitoring System ini biayanya hanya sekitar Rp 7 jutaan per unit,” lanjutnya.
Dengan adanya Arrhythmia Monitoring System, Rektor Telkom University berharap semua layanan kesehatan jantung baik dari level primer hingga tersier mulai dari RS Pusat hingga daerah dapat terakses sehingga hasil riset ini nyata bermanfaat oleh masyarakat luas. “Saat ini kami berusaha meningkatkan jumlah pengguna Arrhythmia Monitoring System. Jika dulu pasien harus pergi ke pusat pelayanan jantung yang lengkap, bayangan kami alat ini dapat dioperasikan hingga di level Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Jadi, setiap orang bisa mengakses layanan ini, tidak perlu jauh-jauh datang ke RS besar. Dokter pun akan lebih mudah untuk memonitor kondisi pasien secara real time, karena jika ada kelainan pada irama jantung, akan ada notification pada smartphone, jika pasien tersebut sedang mengalami gangguan,” pungkasnya. (***)